Tahun 2022. Mas Reza hanya ingin bantu istrinya berdagang nasi lengko. Setiap pagi ia dorong gerobak, jualan di pinggir jalan. Tapi hasilnya pas-pasan. Kalau ramai, dapat 200–300 ribu. Kalau sepi, cuma balik modal. Satu titik, anak minta jajan, istri tak punya uang, Reza hanya bisa diam. Dia coba hubungi teman lama. Tanya-tanya kerjaan. Tapi semuanya bilang hal sama:
“Lagi PHK, perusahaan juga seret.”
Sampai akhirnya dia kembali ke dunia lama yaitu menjadi nyopir angkot. Saat narik angkot, Reza ketemu seorang penumpang bernama Pak Wandi. Obrolan ringan berubah serius saat Wandi tiba-tiba bilang:
“Mas mau rejeki cepat? Ada cara. Jual garam… di kuburan.”
Reza kaget. Tapi Wandi bersumpah:
“Nggak ada tumbal. Tapi mental harus kuat.”
Syaratnya memberi mahar 300 ribu yang dibimbing oleh Abah Elon, seorang dukun tua dari desa terpencil dan dilakukan malam hari di kuburan tak terpakai.
Setelah meminjam uang dari “bank keliling” sopir angkot, Reza pun menjalankan ritual pertama. Kain pun di gelar oleh Mas Reza, garam di tabur, tidak bicara sepatah kata-pun dan tiba-tiba yang muncul di malam itu sosok tubuh tanpa kepala, Ular besar dengan kepala manusia, Pocong dengan wajah hancur, kapas menyembul dari lubang hidung. Mas Reza hanya diam, sesuai instruksi. Tapi tak satu pun makhluk menunjuk garamnya dan Azan subuh terdengar yang akhirnya gagal.
Ritual kedua dilakukan lagi dengan tambahan ayam cemani. Proses dan lokasi masih sama tapi kali ini, makhluk pertama menunjuk garam. Reza melayani. Ditaruh di daun jati. Diberikan ke kardus. Lalu tiba-tiba… uang muncul! Uang 100 ribuan, berserakan dalam kardus Indomie. Tapi ketiga kalinya, muncul perempuan bersama anak kecil.
“Ayah lagi ngapain?”
Mas Reza refleks menjawab:
“Lagi jualan, Ma…”
Perempuan itu berubah jadi kuntilanak. Anak kecil itu menjelma tuyul. Semua uang di kardus… berubah jadi daun yang akhirnya gagal lagi.
Penutup:
Jalan yang Terlalu Mahal Meski Tanpa Tumbal. Mas Reza mencoba memperbaiki. Tapi sebelum ritual ketiga, Abah Elon meninggal dunia. Pak Wandi menghilang. Harapan sirna.
“Saya pikir tanpa tumbal itu aman. Tapi trauma yang saya dapat jauh lebih dalam. Saya nggak mau lihat kuburan malam-malam lagi.”
Kini Reza kembali narik angkot. Usaha istrinya, nasi lengko, mulai ramai lagi. Pelan-pelan… hidup kembali normal. Kadang, bukan tumbal yang jadi harga. Tapi akal sehat dan iman kita sendiri.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.