Tahun 2011 menjadi titik awal kisah Teh Sarah. Saat itu ia masih bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) di sebuah perusahaan rokok ternama. Posturnya yang tinggi, kulit putih, dan paras cantik membuatnya sering dipilih perusahaan besar untuk mempromosikan produk. Dalam sebuah acara konser, ia bertemu dengan seorang pria bernama Dul. Percakapan singkat berlanjut ke hubungan serius, hingga keduanya memutuskan menikah.
Setelah menikah, Teh Sarah menuruti permintaan Dul untuk berhenti bekerja. Mereka sepakat merantau ke Bandung dan memulai usaha kuliner kecil-kecilan. Dengan modal seadanya, mereka membuka lapak seblak di pinggir jalan. Namun, Teh Sarah tidak menjual seblak biasa. Ia menambahkan inovasi topping seperti ceker, tulang ayam, hingga kerupuk beraneka rasa. Inovasi itu membuat seblaknya berbeda dari kebanyakan.
Dalam hitungan bulan, lapak sederhana itu ramai dikunjungi. Omzet yang awalnya hanya puluhan ribu melonjak hingga jutaan rupiah per hari. Tak butuh waktu lama, Teh Sarah mampu membuka cabang baru, menyewa kios, hingga membeli ruko. Hanya dalam enam bulan, ia sudah memiliki tiga cabang dan ruko dua lantai yang di bagian bawahnya dijadikan tempat usaha, sementara lantai atas sebagai tempat tinggal.
Kebahagiaan semakin lengkap ketika Teh Sarah hamil. Bersama Dul, ia memutuskan pindah ke Cirebon untuk lebih dekat dengan keluarga. Usaha kuliner mereka tetap berjalan, bahkan semakin berkembang. Dalam waktu singkat, Teh Sarah berhasil membuka enam cabang, tiga di Bandung dan tiga di Cirebon. Dari hasil kerja keras itu, ia membeli rumah pribadi dan menikmati kehidupan mapan. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.
Suatu hari, ketika sedang mengantarkan bahan baku ke cabang-cabang usahanya, Teh Sarah memutuskan pulang untuk mengambil bumbu yang tertinggal. Setibanya di rumah, ia mendengar suara aneh dari kamar. Dugaan awalnya positif mungkin suaminya sedang menonton sesuatu. Namun, ketika pintu kamar dibuka, dunia Teh Sarah runtuh.
Ia mendapati Dul bersama seorang perempuan lain di atas ranjang mereka. Saat itu Teh Sarah sedang hamil besar. Amarah dan rasa sakit bercampur menjadi satu. Perempuan itu yang kemudian diketahui bernama Jenab, justru menantangnya “Lihat aja, gua bakal bikin lu hancur sehancur-hancurnya.” dan akhirnya ancaman itu menjadi kenyataan.
Tak lama setelah perselingkuhan itu terbongkar, usaha kuliner Teh Sarah yang tadinya laris mendadak sepi. Omzet yang biasanya jutaan rupiah per hari turun drastis hingga tak ada pemasukan sama sekali.
Lebih mengerikan lagi, Teh Sarah menemukan hal-hal ganjil di depan tokonya seperti kembang tujuh rupa, tanah merah, bahkan makanan yang mendadak penuh belatung padahal baru saja dimasak. Karyawan yang melihat kejadian aneh itu ketakutan dan satu per satu memilih berhenti. Dari enam cabang, satu demi satu usahanya tutup. Hanya tersisa satu cabang di Cirebon yang terus ia perjuangkan, meski pada akhirnya juga gulung tikar.
Kehidupan Teh Sarah semakin terpuruk. Tabungan habis, ruko dan mobil terpaksa dijual, bahkan rumah pun tergadai ke rentenir. Untuk bertahan hidup, ia rela menjadi pemandu lagu (LC) di tempat karaoke. Meski terjun ke dunia malam, ia masih berusaha menjaga diri agar tidak melangkah lebih jauh. Namun, penghasilan sebagai LC tak sebanding dengan kebutuhan hidup anak dan orang tuanya.
Saat itulah Teh Sarah merasakan titik terendah hidupnya. Ia melihat anaknya menangis kehausan karena susu yang dicampur lebih banyak air agar hemat. Orang tuanya hanya makan nasi dengan garam karena uang yang ada diprioritaskan untuk cucunya. Dalam keputusasaan, Teh Sarah bahkan sampai mengutuk Tuhan karena merasa hidupnya terlalu kejam.
Dalam keadaan putus asa, Teh Sarah bertemu seorang teman lama bernama Bu Eva yang menawarkannya jalan keluar yaitu pesugihan di Gunung Kawi. Dengan perasaan marah, sakit hati, dan dendam pada mantan suami serta selingkuhannya, Teh Sarah akhirnya setuju.
Di Gunung Kawi, ia menjalani ritual mistis yang menegangkan. Ia berendam di kolam hingga bertemu sosok makhluk gaib berwujud perempuan bertanduk. Makhluk itu menanyakan keinginannya, dan Teh Sarah menjawab tegas “Saya ingin kaya. Saya tidak mau anak saya sengsara.”
Sebagai syarat, ia diminta bersemedi di bawah pohon Dewandaru hingga jatuh sehelai daun ke tubuhnya. Jika daun itu jatuh, berarti dirinya diterima. Malam itu, sebuah daun hijau segar benar-benar jatuh. Teh Sarah pun menyimpannya dan membuatnya menjadi liontin yang selalu menempel di tubuhnya. Tak lama setelah itu, ia menemukan sebuah tas misterius berisi miliaran rupiah modal untuk memulai usaha baru.
Bagi Teh Sarah, uang itu adalah jawaban dari penderitaan panjangnya. Namun, jalan yang ia pilih bukan tanpa konsekuensi. Dalam ritual, ia sudah “menyetorkan” dua nama yaitu Dul mantan suaminya dan Jenab selingkuhannya sebagai tumbal.
Daun Dewandaru yang ia bawa menjadi simbol kontrak gaib dengan dunia tak kasatmata. Selama hampir sembilan tahun, daun itu tetap hijau segar, seolah menjadi pengingat bahwa ikatan pesugihan masih berjalan.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.