Tahun 2019, hidup Kang Rizky berada di puncak kejayaan. Dari seorang sopir angkot di Kuningan, ia menjelma menjadi bandar beras dan telur dengan omset ratusan juta rupiah per minggu. Truk-truknya hilir mudik dari Cirebon, Demak, Wonosobo, hingga Banyumas. Gudang penuh stok, karyawan sibuk bongkar muat, dan keluarganya hidup berkecukupan. Namun hanya dalam dua tahun, semua itu runtuh.
Awalnya, ia dipercaya Bu Haji, seorang pedagang besar, untuk mengelola pasokan beras. Dengan modal DP dan nama yang dipinjamkan, bisnisnya melesat. Dari 1 ton naik menjadi 10 ton per minggu, bahkan sempat masuk proyek bansos lima desa. Keuntungan mengalir deras. Namun kepercayaan itulah yang menjadi titik lemah. Seorang rekan bernama Udin, yang dekat dengan istrinya, membawa kabur uang dan barang hingga lima truk beras. Nilainya mencapai miliaran.
Sejak saat itu, badai datang bertubi-tubi. Hutang ke pabrik menumpuk, kredit macet, mobil digadaikan, bahkan rumah dijadikan jaminan. Total tanggungan hampir 3 miliar. Para penagih datang silih berganti, istrinya bolak-balik dipanggil polisi karena nota dan surat hutang atas namanya. “Kalau begini terus, istri saya bisa masuk penjara,” kata Kang Rizky dengan suara bergetar.
Dalam situasi terdesak, seorang sopir bernama Jajang menawarkan jalan lain yaitu pesugihan. “Kalau lewat bisnis biasa sudah mentok. Ada cara lewat alam gaib,” katanya. Kang Rizky yang awalnya menolak, akhirnya luluh ketika istrinya benar-benar jadi tahanan luar. Mereka sepakat mencoba.
Perjalanan pertama membawanya ke Pangandaran. Dengan perantara kuncen, Kang Rizky masuk ke sebuah gua tengah malam. Sepuluh langkah sekali, muncul penampakan ular belang sebesar tubuh manusia, pocong dengan lidah menjulur, hingga genderuwo berambut panjang. Ia merinding, tetapi terus melangkah. Di dalam gua, muncul sesosok makhluk bermata merah menyala, hanya tampak satu mata, suaranya menggeram. “Apa yang kamu mau?” tanyanya. Kang Rizky menjawab lirih, “Saya ingin bayar hutang.”
Tiba-tiba, tumpukan uang merah muncul di depannya, ditutupi kain putih. Namun ada syarat tumbal. “Anak ayam,” kata makhluk itu. Kang Rizky bingung, lalu sadar maksudnya adalah anak bungsunya yang satu-satunya anak laki-laki. Darahnya berdesir. “Tidak! Saya tidak akan serahkan anak saya,” teriaknya dalam hati. Saat ayam jago berkokok, semua penampakan lenyap. Ritual gagal.
Tak menyerah, Kang Rizky mencoba lagi di Ciamis. Kali ini syaratnya seekor kambing hitam legam tanpa sehelai bulu putih. Di sebuah ruangan pengap berbau anyir, kambing itu disembelih bukan dengan pisau, melainkan dengan gigi. Darah muncrat, bau amis memenuhi ruangan. Di hadapannya kembali muncul nampan besar berisi uang, ditutupi kain kafan putih. Tapi sekali lagi, perjanjian rusak. Botol minyak putih yang diberikan kuncen berubah merah sebelum sampai rumah. Ketika dibuka, uang itu telah berubah menjadi daun sereh kering.
“Sejak itu saya sadar, ini bukan rezeki saya,” ucapnya lirih. Semua harta habis, rumah terjual, mobil lenyap, dan istrinya tetap masuk penjara selama 11 bulan dari vonis satu tahun setengah. Sisa hidupnya dipenuhi gangguan kalajengking besar di bawah kasur, ular kobra masuk rumah, hingga serangan santet yang membuat tubuhnya sakit. Akhirnya, ia menyerah. “Lebih baik saya hadapi penjara, hadapi hutang, daripada harus menyerahkan anak sebagai tumbal.”
Kini, setelah semuanya berlalu, Kang Rizky hidup sederhana. Kadang menarik angkot, kadang beternak ayam seadanya. Ia mengaku telah belajar pahit dari jalan pintas yang ditempuhnya. “Kalau lagi panik, jangan sekali-kali lari ke pesugihan. Itu bukan menyelesaikan masalah, tapi menambah masalah. Jalan satu-satunya hanya kembali pada Allah,” pesannya.
Kisah Kang Kang Rizky menjadi pengingat bahwa keserakahan dan keputusasaan bisa menjerumuskan siapa pun, bahkan seorang bandar sukses, ke jurang kehancuran. Antara penjara atau pesugihan, ia memilih tetap menjadi manusia meski miskin, meski terhina daripada harus menukar hidup anaknya dengan setumpuk uang gaib yang berbau darah.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.