Di ruang tamu sempit di Sibolga, Sumatra Utara, Bang Yoga menatap kosong ke arah dinding. Matanya berair setiap kali mengingat tahun 2012 tahun ketika kariernya hancur, rumah tangganya runtuh, dan ia hampir kehilangan nyawa dalam ritual gelap di sebuah gunung di Jawa Barat.
“Waktu itu saya sampai bilang ke Allah, ‘Tuhan itu gak adil’. Karena saya merasa sudah bantu orang, tapi malah jadi korban,” ujarnya lirih.
Sebelum hidupnya berubah, Bang Yoga adalah seorang surveyor di perusahaan leasing mobil di Sidimpuan. Tugasnya sederhana mencari nasabah untuk pembiayaan kendaraan. Ia dikenal jujur dan rajin. Namun, hidupnya berbalik saat bertemu seorang nasabah bernama Pak Galung, pria paruh baya dari Parsikaman, perbatasan Tapanuli Utara.
Pak Galung datang membawa niat baik mengajukan pinjaman 200 juta untuk usaha sawit, dengan jaminan mobil Avanza tahun 2006. “Saya percaya, karena orangnya sopan, datanya lengkap. Tapi waktu kami survei, ternyata nilai mobil itu cuma bisa cair 50 juta,” kenangnya.
Dana cair, semua berjalan lancar selama tiga bulan. Tapi di bulan keempat, cicilan berhenti. Telepon mati. Rumahnya kosong. “Saya datang sendiri ke Parsikaman, ternyata orangnya hilang. Tetangga bilang, sudah seminggu gak kelihatan,” katanya.
Yang lebih mengejutkan, mobil yang dijaminkan ternyata milik orang lain. Pemilik aslinya datang marah-marah ke kantor leasing. Bang Yoga dituduh menggelapkan aset. Ia diancam akan dilaporkan ke polisi.
“Bos saya langsung marah besar. Saya dipanggil ke kantor. Di depan klien, saya dituduh menipu. Padahal saya cuma jadi korban,” tuturnya.
Ia dipaksa mengganti kerugian 50 juta. Dalam keadaan putus asa, ia menjual perhiasan istrinya gelang mahar pernikahan. “Saya gadai semua. Tapi cuma dapat 10 juta. Itu pun langsung saya serahkan ke kantor polisi,” ujarnya.
Namun tekanan tak berhenti di sana. Ia menerima surat somasi, dituding melakukan penipuan dan penggelapan. Keluarga mencaci, istri menangis, dan rekan kerja menjauh. Dalam satu malam, hidupnya runtuh.
“Saya duduk di masjid, dari duha sampai ashar, nangis sendirian. Saya bilang ke Allah kenapa hidup saya kayak bahan ujian? Saya bantu orang, tapi malah hancur.”
Dalam keputusasaan itu, ia bertemu Bu Tompul, seorang perempuan paruh baya yang dikenal sebagai penyembuh di kampungnya. Awalnya hanya ingin berobat batin, tapi dari sinilah pintu kegelapan terbuka.
Bu Tompul mengajaknya bertemu Pak Udin, seorang lelaki misterius yang sudah lama tinggal di Jawa Barat. “Dia bilang bisa bantu saya keluar dari masalah, asal mau ikut ‘tarik rezeki’ di gunung,” kata Bang Yoga.
Yang dimaksud bukan sembarang gunung. Namanya Gunung Geulis, di Bandung tempat yang disebut-sebut sebagai lokasi pesugihan leluhur Sunda. “Katanya di sana ada harta karun zaman kerajaan, dijaga makhluk ghaib. Kalau mau, kita bisa ‘menarik’ kekayaan lewat ritual,” ujarnya.
Yoga bimbang, tapi tekanan hutang dan rasa malu mendorongnya ikut. “Saya pikir, mungkin ini jalan Allah lewat perantara manusia. Saya gak tahu ternyata yang saya datangi itu jalan setan,” katanya pelan.
Perjalanan mereka dimulai dari Sibolga ke Bandung, menempuh lebih dari tiga hari darat. Dalam rombongan itu ada enam orang: Bu Tompul, Pak Udin, Pak Rudi, Nova, dan dua peserta lain. Mereka membawa dupa, minyak apel jin, dan buhur mahal dari luar negeri. “Total biaya ritual hampir 10 juta. Semua patungan,” ujarnya.
Malam pertama, mereka naik ke Gunung Geulis. Di sana, Udin melakukan ritual pembuka bersama juru kunci lokal. Setelah doa dan pembakaran dupa, setiap orang ditempatkan di posisi berbeda di dalam gua.
“Saya disuruh duduk di lubang batu, zikir Ya Rahman Ya Rahim. Bau disuruh di sisi lain. Gelap, cuma bawa senter korek,” kenang Yoga.
Beberapa menit kemudian, ia mendengar suara keras seperti peti jatuh.
“Dua kali, Mang. Suara jedug besar banget, kayak lemari jatuh. Saya nyalain senter, gak ada apa-apa. Tapi hawa panas dan angin tiba-tiba masuk ke gua. Saya tahu, itu bukan hal biasa,” katanya.
Ritual selesai tanpa hasil nyata. Tapi Bu Tompul tiba-tiba kesurupan. “Dia bilang, ‘Kita ditipu. Ini bukan niat rezeki, tapi ada niat jahat dari Pak Udin.’”
Keesokan harinya, mereka dibawa ke Gunung Larang, lokasi kedua. Ritual kali ini lebih berat: mereka harus mandi di air terjun sebelum masuk gua. Di dalam, suasana lebih mencekam. “Kami disambut makhluk besar, suara berdesis, seperti ular tapi bersuara manusia,” katanya.
Saat tirakat dimulai, Nova kesurupan dan menolak masuk. “Dia menjerit, bilang jangan lanjut. Tapi kami disuruh tetap masuk.”
Bang Yoga dan Bu Tompul dipisahkan lagi. “Saya disuruh duduk melingkar di meja batu. Saat zikir, tiba-tiba cahaya muncul dari dinding. Cahaya besar, warnanya keemasan. Saya tutup mata karena silau,” ujarnya dengan suara bergetar.
Ketika membuka mata, ia melihat emas berkilauan mengitari tubuhnya.
“Itu indah banget. Tapi anehnya, rasanya bukan bahagia malah takut. Saya dengar suara dalam hati: ‘Kamu bukan tamu, kamu pengganti.’”
Bu Tompul yang kerasukan tiba-tiba berteriak,
“Kita dijadikan tumbal! Tujuan mereka bukan tarik harta, tapi tukar jiwa!”
Mereka panik, keluar dari gua pukul 11 malam. Juru kunci menyuruh mereka pulang secepatnya. “Saya baru tahu, ternyata selama ini Pak Udin sudah punya perjanjian dengan makhluk penjaga gunung. Kami cuma dibawa buat jadi pengganti tumbal,” ujarnya.
Sepulangnya, hidup Bang Yoga justru makin hancur. Ia dituduh membawa botol berisi makhluk pesugihan (tuyul) milik Udin yang hilang. Telepon dari Udin terus datang, memaki, mengancam, bahkan menyebut namanya dalam mantra.
“Saya dan Bu Tompul nangis di jalan pulang. Kami sadar, ini bukan perjalanan cari rezeki, tapi perjanjian setan. Kami dijadikan alat,” katanya.
Setiba di Sibolga, rumah tangganya porak-poranda. Istrinya menggugat cerai karena ia pergi tanpa kabar. Kantor leasing memecatnya, dan ia sempat masuk daftar DPO karena dianggap lalai dalam kasus Galung.
“Waktu itu saya merasa benar-benar habis. Gak punya kerja, gak punya istri, gak punya harga diri,” katanya.
Suatu malam, dalam kesendirian di masjid, ia menangis dan bersujud. “Saya bilang, kalau Tuhan masih mau ampuni saya, kasih satu tanda aja,” kenangnya.
Sejak itu, ia mulai istiqamah salat, membaca Al-Waqiah ayat yang dulu disarankan Bu Tompul. Perlahan hidupnya berubah. Ia mendapatkan pekerjaan membuat kaligrafi di masjid dengan bayaran 10 juta. “Dari situlah saya tahu, rezeki itu datang dari Allah, bukan dari gunung atau makhluk ghaib,” katanya.
Kini, Bang Yoga dikenal di komunitas Sibolga Channel Misteri (SCM) sebagai sosok yang selalu mengingatkan orang untuk tidak tergoda pesugihan. “Saya pernah lihat cahaya emas di gua. Tapi itu bukan berkah, itu jebakan,” ucapnya.
“Ghaib itu ada. Tapi meminta pada jin berarti menyekutukan Tuhan. Dan setiap kali mereka memberi, pasti ada harga yang harus dibayar nyawa atau iman.”
Kisah Bang Yoga adalah pengingat keras bahwa jalan pintas menuju kekayaan selalu berujung gelap. Ia kehilangan karier, keluarga, dan hampir jiwanya, hanya karena rasa putus asa. Tapi dari kejatuhan itulah ia menemukan kembali arti iman.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.