Di sebuah sudut Cirebon, hidup seorang lelaki sederhana bernama Kang Bagas. Sehari-hari ia bekerja sebagai juru parkir dan tukang pijat urut panggilan. Hidupnya berjalan normal sampai suatu sore di tahun 2024 ketika sebuah kecelakaan di lampu merah Kanggraksan mengubah seluruh jalan hidupnya. Motor yang melaju kencang menghantam tubuhnya dan membuatnya koma selama empat hari. Dalam keadaan tak sadarkan diri, tubuhnya retak, kepalanya terjahit dua puluh sentimeter, dan bahunya patah. Saat ia membuka mata, duniapun berubah bukan hanya fisiknya yang hancur, melainkan ingatannya juga lenyap.
Selama hampir satu bulan setelah keluar dari rumah sakit, Kang Bagas hidup tanpa mengenali siapa pun. Ia memandangi istrinya, anaknya, bahkan ibunya sendiri seakan-akan mereka adalah orang asing. Ia mendengar suara orang menangis di sekelilingnya, namun tidak bisa membalasnya selain dengan anggukan bingung. Setiap hari ia disuapi, setiap obat disodorkan ke mulutnya, dan setiap nama diperkenalkan ulang berkali-kali. Perlahan, seperti potongan puzzle yang jatuh satu per satu, ingatan itu kembali mulai dari wajah keluarga sampai namanya sendiri.
Namun meski ingatan pulih, jiwanya belum damai. Setiap sore menjelang magrib, ia merasakan dorongan kuat untuk duduk sendirian di luar rumah. Suatu malam Jumat Kliwon, ketika ia sedang menunduk merenungi nasibnya sebagai kepala keluarga yang tak bekerja selama lebih dari tiga bulan, hembusan angin dingin menyentuh telinganya. Tidak ada daun bergerak, tidak ada angin bertiup, hanya suara seperti seseorang membisikkan pesan. Suara itu terdengar jelas: “Pergilah ke petilasan. Di sana kau akan mendapatkan petunjuk.”
Kang Bagas sempat terdiam, mencoba memahami apa yang ia dengar. Dalam hati ia bertanya apakah ini memang petunjuk dari Tuhan atau hanya halusinasi akibat kecelakaan. Namun dorongan itu terasa nyata. Besok paginya, ia menemui sahabat lamanya, Ujang, yang ternyata mengenal juru kunci petilasan yang dimaksud. Tanpa menunggu lama, Kang Bagas dibawa ke rumah Pak Ad, seorang sesepuh yang menjaga area pemakaman angker yang dikenal sebagai tempat tirakat para leluhur.
Pak Ad mengatakan bahwa Kang Bagas tidak bisa langsung masuk. Ia harus membawa bunga melati, mawar, kenanga, dan sedap malam untuk tawasulan. Pada sore hari setelah salat Asar, mereka berangkat menuju petilasan. Begitu memasuki area pemakaman, suasananya sangat berbeda. Angin terasa lebih dingin, udara lebih pekat, dan suara alam seperti meredam. Kang Bagas membaca doa tawasul bersama Pak Ad, menyebut nama-nama leluhur dan memohon ketenangan jiwa.
Malam itu tidak terjadi apa-apa. Namun Kang Bagas merasa batinnya lebih ringan. Ia diminta datang lagi keesokan harinya. Pada kedatangan kedua, ketika ia duduk di antara dua pasu air, sebuah suara halus terdengar dalam batinnya. Di tengah keheningan, sebuah bunyi glotrak terdengar dari arah pasu. Kang Bagas merogoh salah satu pasu dan menemukan sebuah batu kecil berwarna kehitaman. Pak Ad tersenyum dan berkata bahwa itu adalah “cenderamata dari uyut” leluhur Kang Bagas yang menjaga petilasan itu.
Malam berikutnya, sesuatu yang lebih aneh terjadi. Ketika memasuki area gerbang pemakaman, Kang Bagas melihat dua ekor harimau satu loreng dan satu putih berjalan ke arahnya. Ia ingin berlari, namun tubuhnya terkunci seakan-akan tidak boleh bergerak. Kedua harimau itu kemudian berubah menjadi asap tipis yang terbang ke arah makam leluhur. Pak Ad menjelaskan bahwa itu adalah penjaga ghaib petilasan, bukan binatang dunia.
Pada hari berikutnya, Kang Bagas diminta bermalam di area makam. Saat malam semakin pekat, ia melihat sesuatu yang mustahil: sebuah pintu besar muncul di tengah ruang kosong. Pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan dunia lain di baliknya seperti kerajaan ghaib dengan para punggawa membawa tombak dan busana kuno. Mereka lalu-lalang tanpa memedulikan kehadirannya, seolah Kang Bagas hanya pengunjung yang diizinkan melihat dari kejauhan.
Di malam kelima, sosok tinggi besar bersorban putih muncul di hadapannya. Sosok itu memanggil Kang Bagas dengan sebutan “cucu” dan memberinya sebuah pesan: ia tidak perlu lagi takut tentang masa depannya. Ia akan mendapatkan kemampuan tertentu dan rezeki melalui jalan yang halal, bukan pesugihan. Sosok itu juga memintanya mengambil sebuah tasbih yang tergantung di makam leluhur. Ketika Kang Bagas mengambilnya, tasbih itu seperti muncul dari udara sebelumnya tidak ada.
Yang paling membuat bulu kuduk berdiri adalah ketika Kang Bagas bertemu sosok perempuan tua berpakaian seperti bangsawan kerajaan. Wanita itu datang saat ia tirakat di makam seorang ahli pengobatan bernama Ibu Umres. Perempuan itu memberi salam, memanggilnya “cucu”, dan mengatakan bahwa Kang Bagas memang memiliki bakat pijat urut. Ia lalu menitipkan sebuah wirid khusus kepada Pak Ad, agar Kang Bagas menggunakannya untuk membantu orang-orang yang sakit.
Setelah kembali ke rumah, perubahan itu langsung terasa. Suatu hari, seorang ibu warung meminta Kang Bagas mengurutnya karena kakinya tidak bisa digerakkan akibat kecelakaan. Ketika Kang Bagas mengurut sambil membaca wirid yang diajarkan di petilasan, kaki itu mengeluarkan keringat hitam seperti racun yang keluar dari dalam tubuh. Hanya dalam tiga gosokan, ibu itu bisa berdiri dan berjalan. Sosok perempuan ghaib muncul di belakang Kang Bagas dan mengucapkan terima kasih sebelum menghilang.
Sejak saat itu, kemampuan Kang Bagas semakin kuat. Ia bisa mengobati keseleo, turun bro, kesleo parah, bahkan membantu orang yang kerasukan. Setiap kali ia merasa energi panas dari pasien merasuk ke tubuhnya, ia menggunakan “pagar diri” yang diajarkan Pak Ad agar tidak ikut terkena sakitnya. Banyak orang akhirnya datang mencari Bantuan Kang Bagas, dan ia menjadi tukang pijat yang cukup dikenal di kampungnya.
Kang Bagas percaya bahwa semua ini bukan pesugihan atau bantuan makhluk jahat, melainkan ilmu leluhur yang diwariskan untuk kebaikan, bukan kekayaan. Ia mendapatkan kemampuan itu bukan dari keserakahan, melainkan dari tirakat, doa, dan kerendahan hati setelah melewati kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Batu kecil dan tasbih dari makam leluhur itu kini disimpan sebagai pengingat bahwa hidupnya pernah disentuh oleh dunia yang tidak dapat dijelaskan oleh logika semata.
Kisah Kang Bagas adalah bukti bahwa tak semua yang ghaib berasal dari kegelapan. Ada kalanya leluhur memberikan pertolongan pada keturunan yang tersesat, bukan untuk menjerumuskan, tetapi untuk mengarahkan mereka kembali ke jalan yang benar. Melalui kecelakaan, amnesia, dan bisikan ghaib, Kang Bagas menemukan kembali jati dirinya \bukan hanya sebagai kepala keluarga, tetapi sebagai penyembuh yang dipercaya masyarakat.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.