Tahun 2010, Bang Jerry hanyalah pemuda biasa yang bekerja di sebuah minimarket. Tubuhnya kecil, sifatnya pendiam, dan sayangnya itu membuatnya jadi bulan-bulanan. Hampir setiap hari ia dibully oleh rekan kerja maupun atasannya. Kepala toko memperlakukannya seperti anak tiri disuruh-suruh dengan kasar, bahkan pernah mengunci Bang Jerry di ruang sales sendirian usai toko tutup. “Aing mah dendam, suatu saat bakal dibales,” begitu ia bertekad dalam hati.
Dendam itu tumbuh semakin kuat ketika ia pulang ke rumah dan menceritakan semua perlakuan buruk kepada orang tuanya. Sang ayah tak menyarankan untuk balas dendam, tetapi dengan nada serius berkata, “Kalau kamu enggak tahan dibully, cari ilmu. Ilmu buat jaga diri.” Kata-kata itu menancap dalam pikiran Bang Jerry. Hingga pada satu titik, ia benar-benar nekat meninggalkan pekerjaannya, membawa gaji terakhir, dan pergi ke Cirebon. Di sanalah ia bertemu dengan seorang guru spiritual bernama Abah Muni, yang memperkenalkannya pada ajian Belut Putih.
Ajian ini dipercaya membuat tubuh kebal terhadap senjata tajam. Tak hanya itu, wajah pemiliknya bisa terlupakan seketika oleh orang yang sedang memusuhinya bahkan orang yang tadinya kenal baik pun, bila berhadapan dengannya dalam amarah, tak akan mengenalinya lagi. Sebuah ilmu perlindungan sekaligus penyamaran.
Ritual yang ditempuh Bang Jerry bukan perkara mudah. Ia harus menjalani tirakat tujuh hari di sebuah musala tua dekat kuburan, dengan bekal puasa mutih, hanya singkong rebus dan air putih, sekali sehari. Malam demi malam, ia diganggu penampakan. Sosok hitam raksasa bermata merah muncul di bawah pohon beringin. Seorang putri cantik berbusana kemben zaman dulu berdiri di antara makam, tersenyum nyeringai ditemani pasukan gaib. Hingga di malam terakhir, seekor macan putih sebesar truk tiba-tiba muncul, mengelilinginya, seolah siap menerkam.
Ketakutan itu membuat Bang Jerry hanya bisa bersila, menunduk, dan berdoa dalam bahasa Sunda: “Lamun maneh arek ngahakan aing, habiskeun kabeh, ulah aya getih netes ka bumi.” Jika memang harus mati, biarlah habis tak bersisa, pikirnya. Namun macan itu lenyap begitu saja, meninggalkan Bang Jerry yang gemetar. Ritual berakhir dengan mandi di sebuah gua berair keramat, tempat ia merasakan tubuhnya diselimuti energi aneh licin, seolah ada lapisan yang membuatnya tak bisa ditembus. Sejak saat itu, ia yakin ajian Belut Putih sudah menyatu dengannya.
Benar saja, ketika ia kemudian bekerja sebagai debt collector di sebuah perusahaan leasing, ilmunya teruji. Saat hendak menarik motor dari seorang konsumen nakal, sekelompok preman mengacungkan golok. Bang Jerry maju tanpa gentar. Tebasan demi tebasan tak meninggalkan luka, hanya merobek jaket yang dipakainya. Pukulan pun meleset, tubuhnya seolah licin seperti belut. Dari situlah ia mendapat julukan “kebal,” membuat namanya disegani.
Namun, kekuatan itu malah menyeretnya ke jalan kelam. Bang Jerry tak lagi sekadar menagih hutang, tapi kerap melampiaskan dendam masa lalunya pada siapa pun yang melawan. Ia menikmati uang cepat dari “sistem 86” menerima bayaran agar motor tidak ditarik dan hidup foya-foya. Malam-malamnya dihabiskan di karaoke, judi, minum, dan perempuan. Ia lupa pada pantangan yang sejak awal diucapkan Abah Muni: jangan mabuk, jangan berjudi, jangan main perempuan. Begitu pantangan dilanggar, ajian bisa hilang selamanya.
Dan itulah yang terjadi. Suatu hari, dalam sebuah bentrokan, tubuh Bang Jerry tak lagi kebal. Sebilah pisau kecil menembus kulitnya, darah mengalir, tubuhnya roboh dipukuli massa. Ia pingsan dan tersadar di rumah sakit, dengan tubuh penuh luka. Saat itulah ia menyadari bahwa ajian Belut Putih telah sirna.
Kini Bang Jerry menyesali masa lalunya. Ilmu yang dulu ia harapkan sebagai pelindung, justru menjadikannya preman yang ditakuti banyak orang. “Awalnya enak, duit gampang, berani hadapi siapa saja. Tapi akhirnya saya sadar, saya bukan lagi pekerja, saya sudah jadi penjahat,” ucapnya lirih. Setelah sembuh, ia keluar dari pekerjaannya, meninggalkan dunia debt collector, dan memilih hidup tenang bersama keluarga.
Meski ilmunya sudah hilang, efek sampingnya masih ada kepekaan terhadap energi gaib. Bang Jerry mengaku kini lebih sensitif terhadap kehadiran makhluk halus, meski tak lagi kebal. Baginya, itu adalah pengingat bahwa masa lalunya pernah bersinggungan dengan dunia gaib yang tak seharusnya disentuh manusia.
Kisah Bang Jerry menjadi pelajaran pahit tentang bagaimana dendam bisa membawa seseorang pada jalan berbahaya. Ajian Belut Putih yang konon memberi perlindungan, justru menjadikannya terperangkap dalam lingkaran kekerasan, uang haram, dan maksiat. Pada akhirnya, ia kehilangan semuanya kekuatan, uang, dan harga diri yang hanya tersisa penyesalan serta harapan bisa menjalani hidup normal.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.