Tahun 2012. Bandung diguyur hujan deras. Di dalam rumah sederhana di pinggiran kota, Kang Dedi terbaring lemas. Badannya panas dingin, ngilu-ngilu seperti habis dihajar hal gaib. Sudah ke dokter, katanya cuma tipes. Tapi Kang Dedi tahu, ini bukan tipes. Ini merupakan gangguan dari Jin Qorin, makhluk pendamping dari dunia lain yang pernah ia “sentuh” dalam ritual sebelumnya.
Di tengah sakit, datang seorang tamu misterius. Namanya Pak Ojak, utusan dari Karawang. Dia membawa kabar dari Abah Raksa, seorang tokoh spiritual yang dikenal bisa “berteman” dengan dunia lain.
“Kang Dedi, golok itu sudah ditemukan. Golok Kalasewu dari Mataram. Yang anti cukur itu…”
Awalnya Kang Dedi ragu. Tapi rasa penasaran mengalahkan rasa sakit. Ia kirim adiknya, Pak Ridwan, untuk mengecek ke Karawang. Hasilnya mengejutkan golok itu benar-benar punya kekuatan kebal terhadap benda tajam. Digunting, disilet, digores tetapi semuanya mental.
Kang Dedi langsung merapat. Di rumah Abah Raksa, mereka gelar ritual malam. Golok dikeluarkan. Ruangan digelapkan. Kemenyan dibakar. Lalu muncul… bayangan bertanduk. Diam di sudut ruangan. Suaranya berat, tidak jelas, tapi satu hal yang pasti bahwa dia penjaga golok Kalasewu.
Tapi sosok itu tidak mau bekerja cuma-cuma. Dia meminta sesuatu yang syaratnya golok harus dilumuri darah manusia bergolongan darah O. Dari semua yang hadir, cuma satu yang cocok yaitu Kang Dedi.
“Kalau bukan saya, siapa lagi?” kata Kang Dedi sebelum menusukkan jarum suntik ke lengannya.
Darah itu kemudian dibalurkan ke bilah golok. Ritual ditutup dengan mantra pemanggil kekuatan gaib. Golok pun dianggap siap ditarik bukan ke sarung, tapi ke brankas ghaib berisi uang!
Perjalanan ke Cirebon dimulai. Tujuannya yaitu rumah Pak Haji X, ahli dematerialisasi uang ghaib. Tapi dari awal, tanda-tanda aneh muncul. Ban mobil meletus dua kali. Mesin mobil tiba-tiba berat, seperti menanggung beban tak kasat mata. Bahkan saat di jalan tol, mobil seperti didorong balik oleh sesuatu yang tak terlihat.
“Kayak ada yang ikut duduk di bagasi, Mang. Berat banget…” ujar sopir.
Setelah perjuangan melelahkan, rombongan tiba juga di rumah Pak Haji. Ritual terakhir akan segera dimulai. Uang ghaib yang disebut-sebut ditarik dari “balong” tempat simpanan bangsa jin yang tinggal sejengkal lagi.
Tapi semua berubah. Golok yang sebelumnya kebal, mendadak jadi biasa. Silet dan gunting kembali tajam. Bahkan Kang Dedi pun mampu dicukur. Pak Haji bingung. Kang Dedi panik. Tes diulang. Tapi tetap saja anti cukur-nya hilang.
“Ini cuma wadah. Kodam-nya udah kabur,” kata Pak Haji, pelan tapi tajam.
Benar saja. Setelah dihubungi, Abah Raksa menyatakan satu hal mengejutkan.
“Siluman Kalasewu-nya pulang ke Karawang. Dia nggak kuat hadapi panas energi di rumah Pak Haji.”
Semuanya ambruk. Ritual gagal. Uang ghaib tak jadi muncul. Dan Kang Dedi hanya bisa memandang nanar pada golok yang sekarang cuma jadi besi panjang biasa. Golok Kalasewu yang katanya bisa tarik uang dari alam gaib itu gagal total.
Dari pengalaman ini, Kang Dedi sadar. Dunia ghaib bukan dunia yang bisa diajak kompromi. Sekalipun kita penuhi syarat, darah sudah mengalir, siluman sudah datang, kalau mereka enggak ridho, semuanya bisa batal.
Dan ironisnya, yang kabur bukan manusianya. Tapi jin-nya.
“Udah kasih darah, udah ritual, udah bawa ke mana-mana. Tapi siluman malah kabur. Saya ditinggal sendiri…”
Kisah nyata ini jadi pengingat. Bahwa kalau kita maksa buka pintu gaib, siap-siap… pintu itu bisa menelan kita utuh-utuh.