Di sebuah dusun yang jarang tersentuh cahaya, ada bukit yang mengeluarkan aroma kemenyan bahkan di siang bolong. Orang-orang hanya menyebutnya Goa X. Mereka tak mau menyebut namanya lengkap, seolah takut jika suara mereka membangunkan sesuatu yang tinggal di dalam sana.
Konon, di dalam gua itu tersimpan peti harta emas batangan, perhiasan, dan uang tunai miliaran. Tapi ada harga yang harus dibayar. Bukan sekadar uang… tapi ketenangan, bahkan akal sehat.
Nama Pak Rudy pernah harum di kalangan wedding organizer Jakarta. Sejak 2004, bisnisnya berkembang pesat. Pelanggan puas, acara selalu meriah, rezeki mengalir tanpa henti. Namun, tahun 2009 menjadi titik balik yang kelam. Persaingan bisnis semakin sengit, media sosial mulai merubah pasar, dan kontrak kantor tidak diperpanjang. Modal menipis, karyawan bubar, dan dalam hitungan bulan, usahanya kolaps. Seakan tak cukup, Pak Rudy juga terjerat utang besar baik dari bank maupun rentenir. Malam-malamnya diisi rasa gelisah, menghindar dari penagih yang datang bahkan hingga larut malam.
Dalam situasi terpuruk, Pak Rudy bertemu Jaka, teman lamanya yang kini sukses dengan bisnis bank keliling alias bank emok. Dengan modal awal Rp25 juta, keuntungan besar mengalir setiap bulan. Tergiur, Pak Rudy meminjam Rp350 juta dari bank dan menanamkannya ke usaha itu. Awalnya lancar bahkan lebih dari cukup untuk kebutuhan rumah tangga.
Namun, awal 2012, tanda-tanda kebangkrutan mulai muncul. Nasabah macet bayar, pembukuan penuh catatan merah, dan setoran ke bank mulai tersendat. Sampai akhirnya, usaha itu ambruk. Uang habis, utang menumpuk, dan Jaka menghilang.
Di tengah kebuntuan, Pak Rudy mendengar tentang seorang “orang pintar” bernama Mama Mayang. Wanita itu terkenal bisa “menarik rezeki” lewat jalur spiritual.
“Kalau kamu mau, Mama bawa ke guru Mama. Namanya Abah Emed. Dia bisa bantu, asal kamu sanggup mahar Rp3 juta,” ujar Mama Mayang.
Pak Rudy, yang sudah terpojok, nekat meminjam uang demi membayar mahar itu. Perjalanannya membawanya ke sebuah desa di Kuningan, ke rumah seorang lelaki tua berwajah teduh tapi tatapannya dalam bernama Abah Emed.
Malam itu, tepat pukul sembilan, Pak Rudy diajak mendaki bukit gelap menuju Goa X. Obor bambu menjadi satu-satunya penerang. Aroma dupa semakin pekat saat mereka mendekat. Di dalam gua, di atas kain putih, tersusun sesaji: kembang tujuh rupa, rokok kretek, kelapa hijau, telur ayam kampung, air merah dan putih. Lampu cempor memantulkan bayangan bergerak di dinding batu.
Malam Pertama ritual Pak Rudy hanya merasakan hembusan angin dingin yang menusuk hingga ke tulang. Lalu, malam kedua ritual Bulu kuduknya berdiri. Ia merasa ada banyak sosok di belakangnya, meski tak melihat wujudnya. Setelah malam ketiga ritual Sekitar pukul 1 dini hari, udara di dalam gua berubah berat. Dari kegelapan, muncul makhluk tinggi berperut buncit, berambut panjang, bermata besar, mengenakan celana hitam sebatas lutut.
Di tangannya, sebuah peti indah berbingkai emas. Peti itu dibuka perlahan, menampilkan tumpukan uang, emas batangan, dan perhiasan yang berkilauan. Makhluk itu menatap Pak Rudy dan berbisik lirih, “Kamu mau?”
Rasa ketakutan membuat Pak Rudy hanya mengangguk. Makhluk itu lalu menghilang begitu saja. Saat ia menceritakan kejadian itu kepada Abah Emed, sang guru hanya menggeleng. “Harusnya kamu jawab mau. Itu rezeki kamu.”
Akhirnya Pak Rudy mencoba ritual kembali. Kali ini, aroma harum menyelimuti gua. Dari balik kegelapan, muncul sosok perempuan berparas ayu, berselendang hijau kebiruan. Wajahnya bersih, matanya teduh, namun penuh wibawa.
Abah Emed kemudian berkata, “Itu Ibu Ratu Pantai Selatan. Dia mau bantu kamu.”
Sejak saat itu, Pak Rudy mendapat izin untuk wirid di rumah. Mama Mayang menyediakan ruangan khusus, lengkap dengan sesaji yang harus diperbarui setiap hari.
Malam itu, di tengah wirid, Pak Rudy melihat tumpukan uang merah ratusan ribu yang jumlahnya seperti mencapai Rp2 miliar. Tangannya ingin meraih, tapi uang itu menghilang begitu saja, meninggalkan hanya selembar Rp100.000 di hadapannya.
Lembar itu nyata. Bisa dipakai belanja. Namun, “uang besar” tak pernah muncul lagi, meski ritual terus dijalankan.
Hari-hari berikutnya diisi wirid panjang, biaya sesaji ratusan ribu rupiah setiap kali, dan harapan yang makin pudar. Abah Emed akhirnya meninggal, meninggalkan Pak Rudy dengan tumpukan kenangan, utang, dan pelajaran pahit.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.