Di lereng sunyi pegunungan Simasom Toruan, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, ada sebuah gua yang tak tersentuh manusia selama puluhan tahun. Warga sekitar menyebutnya Gua Si Homang tempat yang dikeramatkan, ditakuti, dan konon menjadi pintu masuk bangsa bunian dan siluman penjaga kekayaan dunia bawah.
Bagi masyarakat Batak, gua itu bukan sekadar lubang batu, melainkan wilayah yang “bernapas.” Siapa pun yang mendekat tanpa izin akan tersesat dalam dimensi waktu berbeda. Namun larangan itu tak menghentikan rasa penasaran Mas Rully si pemburu pusaka, yang datang untuk menyelidiki misteri gua tersebut.
Semua bermula ketika Mas Rully pulang kampung ke Tapanuli bersama istrinya, Lisa. Setelah berkunjung ke rumah mertua dan membersihkan makam leluhur, mereka mampir ke desa tetangga yang sedang panen durian. Dalam perjalanan, Mas Rully mencium bau aneh di tengah kebun sawit bau dupa bercampur kemenyan dan darah segar.
Ketika ia menoleh, terlihat sebuah gua kecil di tepi jalan, gelap dan lembap, dengan aura yang membuat bulu kuduk berdiri. “Baunya bukan bau biasa, tapi bau keramat,” ujarnya. Sang sepupu Leandri langsung memperingatkan, “Jangan kau macam-macam, Lek. Itu Gua Si Homang. Orang sini enggak ada yang berani lewat sana.”
Namun bagi Mas Rully, larangan justru membangkitkan rasa penasaran. Malam itu, ia tak bisa tidur, merasa seolah ada suara yang memanggilnya dari arah hutan. Keesokan harinya, dengan alasan membeli rokok, ia kembali ke gua itu sendirian.
Pintu gua hanya setinggi dua meter. Udara di dalam terasa berat, lembap, dan berembus seperti napas makhluk hidup. Setiap langkah yang diambil menimbulkan gema panjang, seolah ada yang mengikuti. “Saya baru jalan delapan meter, sudah terasa dingin seperti ditarik,” ujarnya.
Di dalam, ia menemukan ruangan berlorong-lorong, tersusun rapi seolah dipahat tangan manusia kuno. Di dindingnya terdapat bekas sesaji dupa, telur ayam, dan uang Rp100 bergambar perahu layar. Semuanya tampak baru, seolah baru saja dipakai untuk ritual.
Saat menoleh ke sisi kiri, sosok makhluk besar keluar dari kegelapan berwujud tinggi kurus, berkaki terbalik, bertelinga lebar, bermata besar kemerahan. Sosok itu tak berbicara dengan mulut, tapi suaranya bergema langsung di kepala:
“Kau bukan bagian dari kami. Pergi, atau aku bawa ke alamku.”
Mas Rully mundur ketakutan. Energi dingin menyelimuti tubuhnya, seperti hembusan angin yang menghentikan darah. Ia keluar dengan napas terengah-engah, dan ketika melihat jam tangannya, ia terkejut. Mas Rully masuk pukul 1 siang, tapi keluar sudah pukul 10 malam. Padahal ia merasa hanya di dalam selama beberapa menit.
Dari keterangan tetua desa, gua itu pernah dipakai seorang warga melakukan ritual pesugihan. Ia menyiapkan sesaji ayam cemani, telur, tembakau, dan uang, tapi perjanjiannya tak pernah selesai. “Dia tak datang menepati janji, jadi portalnya terbuka terus,” kata Datuk Gabe, tokoh adat setempat.
Portal itu menjadi jalur keluar-masuk makhluk halus penjaga pesugihan. Sejak saat itu, ternak warga mulai hilang satu per satu seperti ayam, babi, bahkan kambing ditemukan hanya sisa tulang belulang. Kepala desa setempat bahkan memasang kawat listrik di kandang, tapi tetap tak ada hasil.
Ketika Mas Rully kembali ke gua di malam berikutnya, ia menemukan bukti yang lebih mengerikan ratusan tulang berserakan di dalam lorong, sebagian masih basah, sebagian hangus seperti baru dimakan. Ada tengkorak babi, ayam, bahkan satu tengkorak manusia tua di pojok ruangan.
“Rasanya seperti tempat pesta makhluk gaib,” ujarnya. “Bau amis darah bercampur wangi misik hitam. Saya tahu ini tempat pesugihan gagal.”
Dalam perjalanan keduanya, Mas Rully membawa seekor ayam kampung sebagai tumbal penolak bala. Tapi makhluk itu kembali muncul, kali ini lebih besar dan membawa trisula berujung tiga. Ia berkata dengan bahasa Batak tua, “Aku minta tiga ayam, bukan satu. Kau sudah melanggar.”
Mas Rully mencoba membaca doa dan menarik pusaka yang digenggam makhluk itu sebatang senjata dari batu hitam mirip meteor. Tapi tubuhnya mendadak kejang, darahnya seperti berhenti mengalir. Ia pingsan, dan baru sadar keesokan harinya di depan rumah mertua, bajunya robek penuh lumpur.
Malam itu, warga menudingnya nekat. “Kau bisa hilang di situ, Le,” kata mertuanya. Tapi rasa penasaran Mas Rully belum padam. Ia bersumpah untuk menutup portal gaib yang menyebabkan ternak-ternak warga lenyap.
Seminggu kemudian, dengan bekal doa dan keberanian, Mas Rully kembali ke gua. Ia sudah mendengar kabar bahwa ternak warga kembali mati, dan anjing penjaga menggonggong setiap tengah malam.
Kali ini, ia membawa dupa dan air doa. Begitu masuk, terdengar suara dalam bahasa Jawa kuno, “Orang yang membuat perjanjian belum menunaikan tumbalnya. Portal kami terbuka karena itu.”
Mas Rully membaca doa dengan keras. Energi di dalam gua bergetar, stalaktit berjatuhan, dan hembusan angin panas keluar seperti napas naga. Saat cahaya senter menyorot dinding, terlihat ratusan tulang hewan dan satu kerangka manusia dalam posisi duduk bersila, kemungkinan pertapa yang mati sempurna tanpa menyalahi perjanjian.
Dengan doa terakhir, Mas Rully menyiram air doa ke pintu gua. Tiba-tiba terdengar jeritan panjang, disusul ledakan energi seperti badai. Ia terhempas ke luar gua, pingsan di tanah. Ketika sadar, pagi sudah datang, dan warga berdiri di sekelilingnya.
Sejak hari itu, tidak ada lagi ternak warga yang hilang. Kepala adat memeluknya dan berkata, “Kau tutup portal itu. Kau selamatkan desa ini.”
Meski portal ditutup, misteri Gua Si Homang belum sepenuhnya berakhir. Warga masih mendengar suara-suara gaib dari dalam gua setiap bulan purnama. Tokoh adat meyakini makhluk-makhluk itu masih ada, tapi sudah tak bisa keluar ke dunia manusia.
Mas Rully mengaku gagal membawa pulang pusaka yang diincarnya, namun menemukan kebenaran yang lebih besar bahwa pesugihan dan kekayaan instan selalu berujung kehancuran.
“Gua itu adalah peringatan,” katanya. “Siapa pun yang ingin kaya tanpa usaha akan ditelan oleh keserakahannya sendiri.”
Kini gua itu dipagar kayu besar dan diberi tanda larangan. Penduduk sekitar tak lagi berani mendekat, apalagi melakukan ritual. “Kalau mau hidup tenang, jangan pernah mengusik dunia yang bukan milik kita.” ucap Mas Rully.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.