Goa itu tersembunyi di balik rimbun hutan Banten, jauh dari pemukiman warga. Gelap, lembap, dan menyimpan bisikan yang tak pernah benar-benar diam. Banyak orang percaya, siapa pun yang keluar dari sana dengan membawa harta gaib, hidupnya akan berubah drastis—kaya raya atau justru binasa.
Kisah ini bermula dari Kang Ujang, seorang praktisi terapi spiritual yang hidupnya sebenarnya sudah cukup berkecukupan. Ia dikenal bisa membantu orang sakit dan kerasukan, hidup sederhana, tanpa ambisi berlebihan terhadap harta.
Namun segalanya berubah ketika seorang temannya, Kang Nana, datang dengan wajah kusut dan hati hancur. Ia terlilit utang ratusan juta rupiah akibat usaha emas yang gagal dan keputusan hidup yang salah. Dalam keputusasaan, ia siap menempuh jalan apa pun demi uang instan.
Tak lama kemudian, muncul sosok lain bernama Pak Beni, seorang pemodal kaya yang menawarkan pembiayaan penuh untuk “penarikan harta gaib”. Targetnya jelas: emas siluman dan batu merah delima yang konon bernilai fantastis.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, Kang Ujang akhirnya ikut sebagai mediator. Mereka berempat berangkat ke Banten, menuju rumah seorang kuncen tua bernama Abah Ono—sosok misterius bermata rapat tanpa celah, yang ternyata sudah lebih dulu “menyapa” Kang Ujang di jalan.
Abah Ono menjelaskan bahwa di gunung kecil itu terdapat dua pintu goa. Pintu kiri adalah jalur perjanjian pesugihan—konsekuensinya berat. Pintu kanan adalah jalur hadiah, tanpa kontrak jiwa, tetapi tetap berisiko.
Kang Ujang memilih jalur kanan. Ia menolak perjanjian apa pun. Ritual pun disiapkan: sesajen lengkap, dupa, minyak wangi, tumpeng, ayam, hingga jeroan mentah. Semua dibawa ke mulut goa menjelang malam.
Malam pertama, Kang Ujang duduk sendirian di depan goa. Angin kencang datang mendadak. Ribuan kelelawar keluar dari perut bumi. Dari dalam goa terdengar suara tangisan manusia, jeritan lirih yang membuat bulu kuduk berdiri.
Tak lama kemudian, muncul penampakan mengerikan: kereta kencana ditarik makhluk gaib, membawa peti besar bercahaya. Di dalamnya duduk sosok perempuan cantik dengan bagian tubuh belakang menyerupai ular.
Penjaga-penjaga goa bermunculan, sebagian berkepala api, sebagian bertaring. Kang Ujang tetap bertahan, terus melafalkan wirid Surah Al-Ikhlas tanpa henti, seperti yang diperintahkan Abah Ono.
Malam kedua, Kang Ujang masuk ke dalam goa. Getaran terasa kuat, seolah dinding akan runtuh. Cahaya merah menyala dari celah batu. Suara ledakan gaib menggema, lalu tiba-tiba sebuah peti muncul di hadapannya.
Menjelang subuh, peti itu benar-benar terwujud secara fisik. Ketika dibuka di rumah, isinya mengejutkan semua orang: 20 keping emas besar, masing-masing seberat ratusan gram, serta lima batu merah delima sebesar kuku.
Awalnya, emas tersebut diuji dan dinyatakan 100% asli. Nilainya diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Semua larut dalam euforia, merasa keberuntungan besar akhirnya datang.
Namun keserakahan mulai muncul. Pak Beni berusaha menjual emas dan batu itu tanpa mengikuti petunjuk kuncen. Di hadapan pembeli besar, emas tersebut tiba-tiba berubah menjadi kuningan tak bernilai.
Batu merah delima masih dianggap berharga. Air rendamannya saja dihargai ratusan juta rupiah. Namun saat batu itu dibawa ke Jakarta untuk transaksi bernilai hampir satu triliun rupiah, benda tersebut menghilang secara misterius.
Tujuh hari setelah kejadian itu, Pak Beni meninggal dunia dalam kecelakaan. Tak lama berselang, Kang Nana menyusul—tenggelam di sungai dangkal saat memancing. Dua nyawa melayang setelah harta gaib diperlakukan dengan serakah.
Kang Ujang diliputi ketakutan. Ia menyadari bahwa harta dari dunia gaib tak pernah benar-benar gratis. Ia segera mengembalikan seluruh benda yang tersisa kepada Abah Ono, memohon agar tidak ada korban lanjutan.
Abah Ono menjelaskan bahwa keserakahan adalah pemicu malapetaka. Harta itu bukan hak manusia untuk diperjualbelikan sembarangan. Siapa yang melanggar aturan, akan membayar dengan nyawa.
Setelah semuanya dikembalikan, hidup Kang Ujang kembali normal. Rezekinya tetap ada, meski tak berlimpah. Ia bersyukur masih diberi umur panjang dan keluarganya selamat dari bencana.
Kisah ini menjadi peringatan keras: keluar dari goa angker memang bisa membawa harta, tetapi juga membuka pintu kematian. Dunia gaib tak mengenal belas kasihan, dan setiap kekayaan instan selalu menagih harga yang jauh lebih mahal dari emas—nyawa manusia.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.