Tahun 2010, Pak Joko dan istrinya memulai usaha kelontong dan sembako di sebuah pasar di Jawa Tengah. Berkat kerja keras, ia dipercaya menjadi pengurus arisan dan kemudian agen salah satu bank BUMN. Prestasinya bagus, transaksi harian mencapai ratusan juta rupiah. Namun, kepercayaan itu justru menyeretnya ke jurang ketika ia mulai bermain dana talang menggunakan uang sementara untuk menutup pinjaman nasabah agar kredit baru bisa cair.
Awalnya lancar karena ia punya koneksi di bank. Namun, rotasi pegawai membuat jalur itu terputus. Dalam tiga bulan, jaringan orang dalam menghilang dan aliran dana macet. Hutang miliaran rupiah menumpuk, dan para pendana mulai menagih.
Dalam keputusasaan, ia menceritakan masalahnya kepada keluarga. Istri dan mertuanya mengizinkan dia mencari “jalan apa pun” untuk melunasi hutang. Dari seorang kerabat, ia dikenalkan pada pemilik “BK” atau Betara Karang, media pesugihan berwujud kotak berisi rambut misterius. Ritual pertama gagal dilanjutkan karena tanda-tanda bahaya muncul angin kencang, suara aneh, dan bayi tetangga menangis keras di tengah malam.
Tak menyerah, Pak Joko mendapat informasi lain dari teman lamanya tentang lokasi keramat di pesisir Jawa Barat, dekat Laut Selatan. Tempat itu memiliki empat keramat dengan “layanan” berbeda. Keramat satu untuk penyucian diri, keramat dua untuk pinjaman bank gaib, keramat tiga untuk jual keluarga atau umur, dan keramat empat untuk kawin dengan makhluk gaib.
Setelah mencoba keramat dua dan tiga namun gagal karena syaratnya meminta tumbal anaknya, Pak Joko diarahkan ke keramat empat kawin jin. Istrinya sempat ragu, tetapi akhirnya setuju demi lunasnya hutang. Ia menyiapkan mahar berupa baju perempuan lengkap dengan pakaian dalam, kerudung, alat rias, buah-buahan, dan sesaji lain.
Ritual dilakukan selepas magrib. Dua malam pertama, hanya bayangan tiga putri yang terbang di dalam gua. Malam ketiga, salah satu putri bernama Tunjungsari menyapa, menanyakan keseriusan niatnya, dan mengatur pertemuan dengan “Ibu Ratu” di Laut Selatan. Dalam pertemuan itu, Ibu Ratu menanyakan kesanggupan Pak Joko memenuhi syarat-syarat pernikahan gaib.
Syaratnya berat: mereka harus berhubungan layaknya suami istri, setiap selesai hubungan ia boleh meminta harta apa pun, sang putri akan hamil dan melahirkan anaknya, dan kelak saat anaknya meminta, Pak Joko harus ikut tinggal di alam mereka meninggalkan dunia nyata selamanya, terutama jika anaknya perempuan karena ia harus menjadi wali nikahnya.
Mendengar ini, Pak Joko mulai bimbang. Ia kembali ke juru kunci untuk mencari cara membatalkan rencana. Proses pembatalan dilakukan dengan membawa kembali mahar pakaian ke gua, diiringi sesaji, lalu melarungkannya ke laut. Setelah itu, juru kunci berpesan agar ia tidak pernah lagi menginjakkan kaki di keramat tersebut.
Pak Joko pulang tanpa hasil. Hutangnya tetap ada, meski kini tanpa bunga. Ia mengaku bersyukur tidak melanjutkan pernikahan gaib itu, namun menyesal pernah mencari jalan pintas yang hampir menyeret keluarganya ke malapetaka.
“Kalau ingin anak-istri selamat sampai tua, jangan tempuh jalan ini,” ujarnya. “Harta instan memang ada, tapi resikonya sepadan dengan nyawa.”
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.