Tahun 2006 menjadi titik terkelam dalam hidup Pak Agung. Selama bertahun-tahun ia membangun usaha pemasok bahan baku di Kuningan yang melayani kontrak besar dengan berbagai perusahaan. Bisnisnya berjalan stabil, pelanggan loyal, dan arus kas lancar. Namun, badai datang ketika pemerintah mengubah aturan impor dan ekspor yang membuat harga bahan baku melonjak tajam. Situasi itu diperparah dengan penipuan dari rekan bisnisnya sendiri. Dari kondisi mapan, ia terperosok dalam hutang miliaran rupiah. Penagih datang silih berganti, telepon tak henti berdering menagih janji. Tekanan mental semakin berat saat ia mulai kehabisan cara untuk menutup kerugian. Dalam keadaan terjepit, ia mulai mendengar bisikan tentang jalan pintas yang mampu melunasi hutang sekejap jalan yang melibatkan dunia gaib.
Melalui kenalan lama, Pak Agung diperkenalkan pada Pak Nono, seorang pria yang dikenal menguasai jalur pesugihan di wilayah Cirebon Timur. Dari cerita yang ia dengar, banyak orang mulai dari pengusaha, pejabat, hingga mereka yang terjerat masalah keuangan datang untuk mencoba peruntungan di lokasi-lokasi ritual gaib di pesisir Laut Selatan. Pak Agung tidak sendirian. Ia bergabung dengan dua rekan lain seorang sahabat dari Sumatera yang juga terlilit hutang, dan Pak Nono yang bertindak sebagai perantara. Salah satu dari mereka bahkan menyimpan dendam pribadi pada mertuanya, sehingga bersedia menjadikannya tumbal jika diminta.
Langkah awal yang harus mereka tempuh adalah menyiapkan syarat ritual. Salah satu pesugihan yang mereka incar membutuhkan mahar unik berupa lima bunga kamboja tujuh kelopak yang hanya tumbuh di makam-makam keramat. Perburuan itu memakan waktu berhari-hari, dari Pronggol hingga Mundu, menyusuri pemakaman tua di pelosok Cirebon Timur. Namun dari lima bunga yang diminta, hanya tiga yang berhasil ditemukan. Meski hasilnya kurang, Pak Nono tetap memutuskan melanjutkan proses, yakin sisanya bisa diganti dengan syarat lain.
Ritual dilakukan di sebuah rumah kosong dekat pantai. Malam itu hawa di ruangan berubah drastis. Udara dingin menusuk, suara ombak terdengar seperti bergemuruh di dalam kepala. Asap kemenyan memenuhi ruangan, sementara di atas meja sesaji terhampar bunga kamboja, koin kuno, dan kendi berisi air laut. Dari sudut ruangan, sosok perempuan bergaun hijau muncul perlahan. Rambutnya terurai panjang, matanya tajam namun dalam, auranya memancarkan wibawa sekaligus ancaman. Dialah Ibu Ratu penguasa gaib wilayah tersebut. Di belakangnya berdiri dua pengawal menakutkan Buto Ijo Lawang Songo, bertubuh hijau kekar dengan urat menonjol, dan Asam Rungkat, sosok hitam tak berbentuk yang berdenyut seperti bayangan hidup. Dengan suara lembut namun menusuk, Ibu Ratu berkata bahwa bunga yang mereka bawa tidak cukup. Jika ingin mendapatkan apa yang mereka cari, syaratnya harus diganti dengan nyawa manusia.
Yang diminta bukan nyawa sembarangan. Korban harus seseorang yang memiliki keterkaitan dengan mereka dalam hal ini, pemilik rumah tempat uang gaib akan disimpan. Pak Nono yang ditunjuk sebagai juru bicara tiba-tiba tidak bisa berbicara. Mulutnya terkunci rapat seakan direkatkan kekuatan tak terlihat. Tidak ada satu pun dari mereka yang sanggup menjawab. Udara di ruangan semakin berat, napas terasa sulit, dan tekanan tak kasat mata mendorong mereka untuk segera mengambil keputusan. Dalam hening mencekam itu, sosok Ibu Ratu dan kedua pengawalnya perlahan menghilang, meninggalkan aroma bunga layu dan hawa dingin yang menempel hingga ke tulang.
Keesokan harinya, mereka kembali ke rumah tempat uang gaib disimpan. Sebelumnya, di lokasi itu ada lebih dari sepuluh karung besar berisi uang gaib yang diyakini siap diambil setelah ritual selesai. Namun saat tiba, semua karung itu lenyap tanpa jejak. Tidak ada tanda perampokan, tidak ada pintu atau jendela yang rusak semuanya hilang begitu saja. Kegagalan itu menjadi tamparan keras. Mereka pulang dengan rasa kecewa yang dalam, namun di sisi lain merasa lega karena tidak ada nyawa yang akhirnya dikorbankan demi harta.
Pak Agung menyadari bahwa jika malam itu mereka menyerah pada tawaran Ibu Ratu, mungkin hutangnya bisa lunas seketika. Namun harga yang harus dibayar adalah nyawa manusia dosa besar yang akan membayangi sisa hidupnya. Ia menutup kisahnya dengan peringatan keras agar siapa pun yang terdesak masalah keuangan tidak menempuh jalan seperti yang ia lakukan. Kekayaan instan selalu datang dengan harga yang jauh lebih mahal dari nilai uang itu sendiri, dan sering kali harga itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa ditebus kembali.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam Kisah nyata lain menanti⦠karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.