Tahun 2000, sebuah desa di Jawa Tengah digemparkan oleh peristiwa hilangnya dua anak kecil di waktu magrib. Kejadian ini bermula di sebuah mushala sederhana yang dibangun di tengah kebun aren, dikelilingi pepohonan dan batu-batu besar. Di sinilah Mas Rully, seorang guru ngaji, mengajar puluhan anak, termasuk keponakannya sendiri. Salah satu muridnya, Opik, dikenal rajin dan cepat dalam belajar. Namun, tragedi dimulai ketika ibunya meninggal, membuat Opik murung dan sering termenung di sekitar pohon aren dekat kolam wudu.
Beberapa hari setelah kematian ibunya, Opik tak terlihat masuk ke mushala seperti biasa. Ia justru duduk diam di bawah pohon aren saat adzan magrib berkumandang. Peringatan Mas Rully agar ia segera masuk tak digubris. Malam itu, Opik menghilang. Keesokan harinya, kejadian serupa menimpa anak lain. Kedua anak ini menghilang di waktu magrib dari lokasi yang sama, memicu kepanikan warga.
Desa pun heboh. Isu mulai merebak ada yang menduga mereka diculik Wewe Gombel, ada pula yang menyebut makhluk gaib bernama Ummu Sibyan jin wanita yang dikenal suka menculik anak-anak untuk dibawa ke alamnya. Warga bergerak mencari dengan membawa alat-alat rumah tangga untuk dibunyikan, menyisir tempat angker hingga kuburan tua peninggalan Belanda. Di salah satu lokasi, warga mengaku melihat sosok menyerupai Wewe Gombel tinggi, berbulu, bertaring panjang, dan bermata merah menyala. Namun, makhluk itu membantah lewat perantara seorang sesepuh desa, mengatakan bahwa ia bukan penculiknya.
Mas Rully yang merasa bertanggung jawab memutuskan mencari anak-anak itu dengan cara spiritual. Menggunakan ilmu yang didapat dari pondok pesantren, ia menyiapkan jala pusaka warisan kiai sepuh konon pernah dipakai Sunan Gunung Jati untuk menangkap makhluk gaib pengganggu manusia. Menjelang tengah malam, ia berdoa di mushala lalu menuju lokasi hilangnya anak-anak.
Di sana, suasana berubah mencekam. Mas Rully merasakan dirinya berpindah ke alam lain: tanah retak, ilalang kering, dan dua anak duduk termenung tanpa baju, seolah tak menyadari kehadirannya. Saat ia mencoba mendekat, sosok mengerikan muncul dari atas pohon. Inilah Ummu Sibyan berwajah bengis, bibir sobek, mata runcing, lidah menjulur, dan gaun bercorak Timur Tengah. Makhluk itu menolak melepaskan anak-anak kecuali Mas Rully meninggalkan satu nyawa sebagai gantinya.
Dengan keberanian nekat, Mas Rully mengayunkan jala pusaka ke arah makhluk itu. Pada ayunan ketiga, jala tersangkut dan menarik sehelai rambut panjang milik Ummu Sibyan, membuatnya menjerit kesakitan lalu melarikan diri. Mas Rully segera memeluk kedua anak itu, membaca doa, dan tiba-tiba mereka sudah kembali di bawah pohon aren di alam nyata. Saat azan magrib berkumandang, warga menyambut mereka dengan haru.
Meski selamat, dampaknya tidak ringan. Satu anak mengalami cacat fisik permanen, sementara Opik bisu selama delapan tahun sebelum akhirnya bisa bicara kembali berkat perawatan rutin dari Mas Rully. Rambut Ummu Sibyan yang tersangkut di jala masih disimpan Mas Rully hingga kini, dipercaya sebagai bukti nyata kejadian tersebut sekaligus penangkal gangguan makhluk serupa.
Kejadian itu menjadi peringatan bagi seluruh warga desa: jangan biarkan anak-anak keluar rumah di waktu magrib. Sebab, menurut keyakinan setempat, saat itulah pintu antara dunia manusia dan makhluk gaib terbuka, memberi kesempatan bagi mereka untuk menyeberang dan mengambil apa yang diinginkan.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti⦠karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.