Pasar tradisional selalu menyimpan cerita. Dari luar, deretan kios ayam potong tampak biasa: riuh suara pembeli, bau amis darah, pedagang sibuk menimbang. Namun di balik itu, ada kisah kelam tentang pedagang yang rela menempuh jalan ghaib demi melesat kaya. Mas Agung, pria muda lulusan SMA yang awalnya hanya membantu kakaknya berjualan ayam, menjadi saksi hidup bagaimana pesugihan bisa mengangkat sekaligus menghancurkan hidup seseorang.
Tahun 2018, Mas Agung baru belajar berjualan. Dari modal kecil, ia perlahan membuka kios sendiri di blok belakang pasar. Omzetnya kecil, hanya ratusan ribu sehari. Ia kerap dihina pedagang lain, dianggap tak punya masa depan. Namun di hatinya ada ambisi besar, terutama ketika jatuh cinta pada Rina, anak kepala desa. Ayah Rina menolaknya mentah-mentah, menyindir bahwa pedagang ayam sepertinya tak pantas bermimpi. Kata-kata itu menusuk. “Saya mau buktikan kalau saya bisa kaya,” batinnya.
Seorang pedagang sayur bernama Diki kemudian menawarkan jalan pintas mempertemukannya dengan sosok ghaib di sebuah gua angker. Malam itu, Mas Agung bertapa, hanya makan nasi dan air putih. Bau wangi menyengat tercium, suara-suara asing memanggil, hingga akhirnya muncul sosok nenek bongkok berambut kusut, mata menyala, membawa gumpalan kain hitam berisi tali pocong. “Masukkan ini ke laci uangmu. Jangan dibuka. Setiap malam Jumat bawa sesaji kepala kambing, darah ayam cemani, bunga tujuh rupa,” ujar sosok itu.
Sejak gumpalan itu disimpan, keajaiban terjadi. Warungnya mendadak penuh. Pembeli datang berebut, bahkan memesan untuk besok karena stok habis sebelum jam sembilan pagi. Dari omzet ratusan ribu, tiba-tiba melesat jadi belasan juta per hari. Dalam lima bulan, tabungannya mencapai 75 juta, cukup untuk membeli rumah perumahan. Tak lama, ia menambah sesaji, memperbesar ritual, dan membeli mobil Avanza. Dari pedagang kecil yang dihina, ia berubah jadi pedagang sukses.
Namun semua itu berbalik menjadi malapetaka. Rina tetap menolak, dijodohkan orang tuanya dengan pria lain. Mas Agung patah hati, mencari pelarian dengan foya-foya di klub malam, hingga menikahi seorang LC bernama Putri. Pernikahan siri itu pun hancur setelah enam bulan Putri ketahuan berselingkuh dengan sahabat Mas Agung sendiri. Kehidupan rumah tangganya runtuh, bisnisnya merosot, dan ia kembali dihantui sosok nenek ghaib penunggu tali pocong.
“Kenapa kamu berhenti memberi sesaji? Hidupmu akan hancur!” suara itu datang dalam mimpi. Gangguan makin parah tubuhnya kurus kering, tak nafsu makan, selalu merasa diikuti. Hingga akhirnya ibunya membawanya ke seorang kiai di kampung religius. Di sana, Mas Agung diruqyah selama lima hari. Setiap kali ayat suci dibacakan, tubuhnya panas, bergetar, hingga akhirnya keluar sesuatu yang disebut kiai sebagai “tanaman jin”. Tali pocong pemberian nenek ghaib diserahkan ke kiai untuk dimusnahkan. Sejak itu, sosok ghaib berhenti datang.
Kini, Mas Agung hidup sederhana. Ia bekerja di toko furnitur, dari kenek hingga sopir. Tak lagi jadi pedagang ayam, tak lagi mengejar mimpi lewat jalan pintas. “Saya hancur karena ambisi. Semua yang datang cepat lewat pesugihan, cepat pula hilangnya. Kalau mau usaha, jalani saja normal, biar kecil tapi berkah,” katanya.
Pasar tradisional tetap ramai, persaingan tetap keras. Namun kisah Mas Agung menjadi pengingat bahwa di balik kios yang ramai, kadang ada jimat, ada ritual, ada tali pocong yang menjadi “marketing jin”. Dan setiap kesepakatan dengan makhluk ghaib selalu berakhir sama: penderitaan.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.