Di tanah Sumatra Utara, masyarakat Batak percaya bahwa ulos bukan sekadar kain, melainkan warisan spiritual yang menghubungkan manusia dengan leluhurnya. Ulos dianggap simbol kasih, doa, dan perlindungan tapi di tangan orang yang salah, ia bisa menjadi pintu antara dunia manusia dan arwah leluhur yang belum tenang.
Itulah yang dialami Mas Rully dan istrinya, Lisa, pasangan asal Cirebon yang tak sengaja membuka kembali kekuatan mistis di balik ulos warisan keluarga dari Tarutung. Dari kain itulah muncul keberuntungan beruntun, tapi juga kesurupan, mimpi menyeramkan, dan peringatan keras dari dunia gaib.
Kisah ini berawal dari Lisa, perempuan Batak berdarah Simasom Toruan, yang menerima warisan berupa kain ulos, bedak, dan gincu kuno dari mendiang neneknya. “Ulos ini bukan sembarangan,” kata neneknya sebelum wafat. “Kalau kamu butuh kekuatan, pakailah di perutmu. Tapi jangan dijual dan jangan diberikan pada marga lain.”
Setelah neneknya meninggal, ibunya menyerahkan ulos itu dengan ritual kecil. Kain dibungkus, diserahkan sambil menyanyi dan menari tradisi farmalin, kepercayaan kuno Batak sebelum datangnya agama besar. Dalam keyakinan itu, ulos dianggap punya roh penjaga, biasanya arwah leluhur perempuan yang masih menjaga keturunannya.
Lisa menyimpan kain itu bertahun-tahun, tak pernah digunakan. Hingga suatu hari, di masa mereka kesulitan ekonomi, semua berubah.
Mas Rully dan Lisa baru menikah tiga bulan ketika masalah keuangan datang. Tabungan habis, pekerjaan seret, dan mereka kehabisan uang untuk bensin. “Istri saya usul menjual ulos itu,” ujar Mas Rully. Tapi setiap toko Batak yang mereka datangi menolak. “Jangan jual ulos itu. Itu keramat,” kata semua pemilik toko dengan nada takut.
Akhirnya mereka menyerah. Dalam keputusasaan, Lisa mengenakan kain ulos itu di perutnya sambil membaca doa dalam bahasa Batak seperti meminta izin pada leluhurnya. Mereka lalu berangkat naik motor menuju kota. Belum jauh melaju, Lisa menepuk punggung suaminya panik:
“Bang, berhenti! Ada uang di jalan!”
Mereka turun, dan benar di tengah jalan ramai, di antara lalu lintas, tergeletak segepok uang digulung dengan karet gelang. Orang-orang lalu lalang, tapi seolah tak melihatnya. Ketika dihitung, jumlahnya jutaan rupiah tepat saat mereka benar-benar butuh.
“Rasanya gak masuk akal,” ujar Mas Rully. “Kayak uang itu memang dikirim buat kami.”
Namun sejak saat itu, kehidupan mereka mulai berubah. Rezeki mengalir deras. Mereka sering menemukan uang di jalan, bahkan perhiasan dan kalung. Tapi setiap kali keberuntungan datang, Lisa selalu kesurupan.
Kesurupan Lisa berbeda dari kerasukan biasa. Kadang tubuhnya kaku, mata melotot, tapi wajahnya berubah cantik seolah bukan dirinya. Kadang ia bicara dalam bahasa Batak kuno yang bahkan Mas Rully tak sepenuhnya mengerti.
“Jangan kau kemana-manakan ulos ini,” suara Lisa berubah berat seperti orang tua.
“Ini milik saya. Tidak boleh dijual. Tidak boleh dimiliki marga lain.”
Mas Rully sadar, itu suara opung arwah nenek istrinya yang masih menjaga kain tersebut.
Malam berikutnya, Lisa bermimpi melihat sosok opung datang dengan wajah pucat dan marah. “Boru, jangan pernah kau jual ulos ini. Itu darah keluargamu,” katanya dalam mimpi. Sejak itu, Lisa makin sering diganggu. Bau melati berubah amis, bedak warisan menebar aroma darah, dan setiap kali ulos dibuka, angin dingin menyapu seluruh rumah.
Dalam kebingungan, Mas Rully membawa kain itu ke seorang paranormal Batak di Cirebon. Begitu membuka kainnya, orang tua itu langsung pucat.
“Astaghfirullah… dari mana ini?” katanya pelan.
“Ini bukan ulos biasa. Ini ditenun dengan darah ayam cemani dan tirakat panjang. Kalau disalahgunakan, bisa memakan nyawa.”
Ia menjelaskan bahwa ulos itu adalah ulos pengasihan dan penarik rezeki, dibuat oleh dukun perempuan tua di Simasom. Ulos itu bisa mendatangkan keberuntungan bagi keturunan langsung, tapi tidak untuk orang luar atau marga lain. Jika diwariskan tanpa izin roh penjaganya, bisa mengundang petaka.
“Selama kamu memakainya untuk mencari uang, rohnya akan marah,” kata sang dukun.
Mas Rully pun mulai sadar setiap keberuntungan yang mereka dapat, dibayar dengan penderitaan Lisa.
Tiga bulan kemudian, paman Lisa, Andri Hariansyah, menelepon dari Tarutung. Ia mengaku didatangi roh leluhur dalam mimpi, menyuruhnya mengambil kembali ulos dari keluarga Mas Rully. “Kain itu harus pulang ke tanah asalnya,” kata Andri.
Mas Rully menolak. Tapi setelah Lisa makin parah kesurupannya kadang tidak sadar berhari-hari ia akhirnya setuju. Bersama Andri, mereka membawa ulos itu kembali ke kampung halaman di Simasom Toruan, Tapanuli Utara.
Perjalanan menuju sana tidak mudah. Mobil sering mogok, ban pecah, bahkan cuaca buruk mengikuti mereka. “Seolah ulos itu berat sekali, seperti membawa sesuatu yang hidup,” kata Mas Rully.
Sesampainya di Tarutung, mereka menemui Datuk tua penjaga adat. Datuk itu membuka kain ulos, membaca mantra, dan menemukan bekas noda merah tua di benang tenunannya. Ia berkata,
“Ini tenunan darah. Kain ini diciptakan oleh perempuan yang menolak mati, dan rohnya menempel di sini. Sekarang ia ingin pulang.”
Upacara dilakukan dengan air tujuh rupa, sirih, dan beras. Kain itu dilipat segitiga dan diletakkan di batu besar di tepi sungai tempat asal tenunannya dulu dibuat. Setelah ritual selesai, Lisa tersadar sepenuhnya.
Setelah ulos dikembalikan ke kampung, kehidupan mereka berubah total. Uang tak lagi muncul tiba-tiba, tapi rumah jadi tenang. Lisa tak lagi kesurupan. “Rasanya seperti beban besar hilang,” ujar Mas Rully.
Namun Datuk memberikan satu pesan terakhir:
“Ulos ini kini tak lagi sakti. Tapi simpanlah serpihannya sebagai lambang ikatanmu dengan istrimu. Ia sudah netral, tapi tetap suci.”
Mas Rully masih menyimpan selembar kecil kain ulos itu, bersama uang Rp1.000 bergambar Danau Toba yang dulu terselip di dalamnya. “Itu simbol keberuntungan dan darah Batak,” katanya.
Kini, setelah bertahun-tahun berlalu, Mas Rully percaya bahwa keajaiban dan kutukan bisa datang dari hal yang sama tergantung niat manusia. Ia belajar bahwa warisan leluhur tidak boleh disalahgunakan untuk keserakahan.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.