Suatu malam di tahun 2020, di sebuah gudang kosong di Desa Mabar, Medan, sekelompok orang duduk melingkar di atas tanah. Di tengah lingkaran garam, seekor ayam kampung disembelih tanpa dibersihkan, lalu dibakar setengah matang bersama dupa dan kain hitam. Wangi kopi, teh pahit, dan darah bercampur dengan asap dupa yang naik ke langit. Di antara mereka, seorang pria bernama Bang Yanto membaca mantra yang diarahkan oleh seseorang yang mereka panggil Pak Bos sosok misterius dari Jawa yang konon bisa “memanggil Ibu Ratu Kidul.”
Bang Yanto bukan orang awam dalam hal spiritual. Sejak muda, ia dikenal memiliki kemampuan pijat energi dan pernah terlibat dalam penyembuhan nonmedis. Namun kehidupannya berubah setelah ia kehilangan penglihatan akibat “perang santet” saat membantu teman membuka usaha kuliner. Tahun 2020, di tengah pandemi dan ekonomi yang sulit, ia didatangi keponakannya Andri yang baru pulang dari proyek Sutet di Jakarta.
Andri memperkenalkan seorang pria yang mereka panggil Pak Bos, yang mengaku bisa “mewujudkan uang secara spiritual.” Orang ini terkenal dekat dengan tokoh-tokoh spiritual Jawa dari Kuningan, Jepara, hingga sosok Ki Jokobodo. Awalnya Bang Yanto hanya mendengar cerita dari jauh, hingga akhirnya ia diajak langsung melihat “uji nyali” yang mereka lakukan di gudang tiang listrik Desa Mabar.
“Katanya cuma uji nyali, bukan pesugihan,” tutur Bang Yanto. Tapi malam itu, Pak Bos datang membawa ayam kampung dan dupa Gunung Kawi.
Malam pertama, ritual dilakukan dengan formasi sederhana Andri duduk di lingkaran garam, dikelilingi dupa, kopi pahit, teh manis, dan kain hitam. “Apapun yang terjadi, jangan lari,” pesan Pak Bos. Tepat tengah malam, suara angin berhembus kencang. Burung malam berhenti bersuara, anjing penjaga menggonggong keras, lalu tiba-tiba semuanya hening.
Kilatan cahaya muncul dari langit. Andri melihat kereta kencana emas berhenti di depan lingkaran. Dari dalamnya terdengar suara perempuan berbicara dalam bahasa Jawa halus:
“Mau apa, le?”
“Minta duit, Bu Ratu. Lima puluh miliar,” jawab Andri.
“Keselamatannya apa?”
“Dunia akhirat, Bu.”
Kereta itu bergetar, lalu lenyap seketika. Ritual gagal.
Keesokan malamnya, mereka mengulanginya lagi. Kali ini dengan pembacaan amalan berbeda. Datang lagi wangi melati yang menyengat, lalu suara roda kencana di kejauhan. Namun setiap kali ditanya tentang “selamatan dunia akhirat,” ritual selalu gagal. Hingga hari ketiga, giliran Iwan Black mencoba, tapi malah lari ketakutan saat pintu kamar bergetar keras dan suara kuda berderap memenuhi udara.
Pak Bos mulai kesal. “Kalian gagal karena tak percaya,” katanya. Maka malam keempat, ia menunjuk langsung Bang Yanto untuk menjadi peserta ritual.
Meski buta total, Bang Yanto setuju. Ia duduk di dalam kamar gelap, membaca amalan yang diberikan: “Astom… Astom… Wangsur alaina…” hingga tak sadar tubuhnya mulai bergetar. Bau dupa lenyap, berganti wangi luar biasa harum yang belum pernah ia hirup sebelumnya.
Tiba-tiba, dalam kegelapan itu, muncul bayangan wajah seluruh keluarganya istri, anak-anak, adik, bahkan kakak yang sudah meninggal. Mereka menatapnya dari jarak dekat. “Saya nangis sejadi-jadinya,” katanya lirih. “Saya pikir itu tanda uangnya akan turun. Saya malah janji dalam hati kalau uang ini jadi, semua keluargaku akan saya bahagiakan.”
Ia tak menyadari, wajah-wajah itu adalah tumbal yang sedang ditagih.
Saat ia berhenti membaca, terdengar suara ledakan keras dari langit-langit, disusul aroma wangi dan angin berputar di dalam kamar. Pak Bos dan Andri masuk panik. “Bu Ratu sudah datang! Tapi kamu salah baca mantra, uangnya belum keluar sempurna!”
Malam itu, Pak Bos mengatakan uang 50 miliar sudah “terwujud secara gaib,” namun tertahan di alam astral, terjerat oleh “jala sutra” mantra penahan agar uang tak dibawa kembali oleh Ratu Kidul. Ia berjanji, dengan ritual terakhir, uang itu akan turun ke dunia nyata.
Beberapa minggu kemudian, Pak Bos pergi ke Jawa membeli “rokok cerutu ritual” yang katanya digunakan dalam pemanggilan terakhir. Ia meminta Bang Yanto mengirim uang pertama Rp1,5 juta, lalu Rp4,5 juta, hingga total Rp45 juta dari patungan mereka semua. Tiap kali ditanya, Pak Bos selalu menjawab, “Ritual sudah siap, uang tinggal diwujudkan.” Ia bahkan mengirim foto karung goni berisi “uang spiritual” setengah terbuka, seolah sudah siap dikirim ke Medan. Tapi uang itu tak pernah datang.
Yang datang justru suara-suara aneh di malam hari. Anak ayam berkokok di tengah malam, lalu lenyap digantikan suara kereta kencana berlalu di atas atap rumah. Tiap kali jam menunjukkan pukul 3 dini hari, rumah Bang Yanto bergetar halus, udara menjadi wangi, dan terdengar suara perempuan berkata, “Aku sudah datang, tapi kau tak siap.”
Pak Bos menghilang, membawa seluruh uang patungan mereka. Belakangan diketahui, ia terlibat utang dua miliar rupiah dan menggunakan “pesugihan palsu” untuk menutupi kejahatannya.
Dari semua korban, hanya Bang Yanto yang masih hidup tanpa gangguan berat. Ia yakin, kebutaannya dan rasa takut yang mendalam membuatnya “tak sepenuhnya diterima” oleh makhluk gaib. “Kalau saya masih melihat waktu itu, mungkin saya sudah diambil,” katanya.
Kini ia hidup sederhana sebagai tukang pijat dan penyembuh alternatif. Dalam setiap sesi, ia selalu mengingatkan pasiennya agar tidak tergoda jalan pintas kekayaan.
“Pesugihan itu bukan kasih rezeki, tapi tukar nyawa. Yang datang bukan uang, tapi musibah.”
Meski kereta kencana sudah tak lagi terdengar, sesekali tubuhnya panas tanpa sebab seolah sisa energi ritual itu masih menempel. Namun ia memilih berdamai, mendekatkan diri lewat shalat dan zikir malam. “Ratu Kidul itu nyata, tapi yang menipu lebih nyata. Jangan tertipudua ” katanya menutup kisahnya.
Kisah Bang Yanto menjadi cermin bagi siapa pun yang tergoda oleh janji kekayaan instan. Dari tujuh orang peserta ritual, semuanya kehilangan uang, waktu, dan hampir kehilangan keluarga. Ritual yang dikira “uji nyali” ternyata jebakan pesugihan berbalut spiritual Jawa.
Tonton versi lengkap ceritanya di Youtube Malam Mencekam
Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.